Senin, 18 Maret 2013

MoU Helsinki Bukan Perjanjian Antara RI dan PA”


Banda Aceh – Belum lama ini, Koordinator Mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)/TNA Alwi Djuli mengaku menjumpai anggota DPR RI Nasir Djamil, Marzuki Daud, Sayed Mustafa, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan Presiden SBY untuk menyampaikan keluhannya terkait diskriminasi mantan kombatan GAM dan Inong Balee oleh Pemerintah Aceh, Sabtu (15/03/2013).
Dalam dua pertemuan yang dilakukan pada dua kesempatan berbeda, Alwi Djuli mengatakan bahwa substansi dari pertemuannya dengan sejumlah tokoh di pusat tersebut ia hanya ingin meminta pihak DPR RI agar memperjelas kerja Pemerintah Aceh dalam memenuhi hak-hak mantan kombatan sesuai dengan yang disebutkan dalam  MoU Helsinki.
“Mereka pihak DPR RI dan juga sebagai tim pemantau dana Otonomi khusus Aceh dan Papua harus mengetahui apa yang sedang  terjadi di Aceh, khususnya yang sedang dialami oleh mantan kombatan,” ujarnya.
Saat pertemuan dengan Jusuf Kalla, Alwi Djuli juga meminta kepada Jusuf Kalla selaku perintis dari perjanjian Indonesia dengan pihak GAM agar memberikan perhatian terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh mantan kombatan dan Inong Balee.
“Ini harus diselesaikan secara intern GAM karena yang melakukan perjanjian adalah antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, bukan Partai Aceh,” katanya.
Menurut Alwi, untuk menyelesaikan persoalan tersebut, sesuai dengan jawaban yang diutarakan oleh SBY pada saat bertemu dengannya, pada pertengahan April 2013 mendatang Presiden SBY akan mengundang Pemerintah Aceh dan para mantan kombatan/ TNA serta perwakilan pasukan Inong Balee untuk membicarakan persoalan tersebut agar perdamaian di Aceh yang sedang berjalan tidak menjadi sia-sia karena menjaga perdamaian adalah tugas kita bersama. (zamroe)

Sabtu, 16 Maret 2013

PNS Sudah Wafat, Tapi Naik "Pangkat" di Aceh


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menuding kelalaian gubernur

PENA News | Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), mengungkapkan, dicantumkannya nama pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah meninggal dalam daftar pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV Pemda Banda Aceh, merupakan bentuk masih buruknya administrasi di daerah. 

Kelalaian tersebut merupakan tanggung jawab penuh pejabat pembina kepegawaian yaitu gubernur daerah setempat, dalam hal ini Zaini Abdullah.
"Kementerian PAN-RB perlu ngurusin semuanya, itu sudah diperbaiki oleh pemdanya," ujar Menteri PAN-RB Azwar Abubakar kepada VIVAnews, di Jakarta, Sabtu 9 Februari 2013.

Azwar mengakui, memang tidak ada sanksi tegas yang diberikan kementeriannya kepada pemda terkait. Namun, dengan maraknya pemberitaan di media saat ini terkait hal tersebut, diharapkan pemda, khususnya pimpinannya, mendapatkan sanksi sosial yang keras dari masyarakat. 

"Diharapkan mereka bisa lebih berhati-hati ke depannya," katanya.

Tanggung Jawab Pemimpin Daerah
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian PAN-RB,  Imanuddin, mengungkapkan hal yang sama. Sesuai dengan PP Nomor 9 Tahun 2009 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai itu merupakan tanggung jawab pejabat pembina kepegawaian.

Karena itu, jika ada kelalaian, hal tersebut merupakan tanggung jawab pemimpin daerah tersebut. Dalam kasus ini, menurut dia, kementeriannya mengendus bahwa ada indikasi promosi yang dilakukan di daerah tersebut tidak dilakukan dengan semestinya. 

Sebab, menurut Imanuddin, kalau proses tersebut dilalui dengan baik, kondisi dan posisi pegawai yang dipromosikan pasti akan diketahui. "Sekda dan kepala BKD Provinsi juga harus diminta pertanggungjawaban, karena mereka telah lalai selaku pejabat pengelola kepegawaian daerah," katanya.

Dia mengatakan hal tersebut juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS. Pejabat yang melanggar peraturan tersebut harus diberikan sanksi yang tegas atau paling tidak diberi peringatan oleh pejabat yang berwenang.  

Imanuddin juga tidak menampik kemungkinan kejadian serupa juga terjadi pada daerah-daerah lain, karena memang saat ini administrasi kepegawaian daerah masih buruk. “Namun, kami juga harus mengapresiasi, karena banyak juga Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang administrasi kepegawaiannya sudah bagus, bahkan menjadi percontohan pengelolaan administrasi kepegawaian di tingkat nasional," katanya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, nama pejabat itu adalah Rahmat Hidayat, SH, MHum. Rahmat yang sudah meninggal beberapa bulan silam dilantik sebagai kepala Sub Bagian Evaluasi Produk Hukum Kabupaten/Kota pada Bagian Pembinaan Hukum Kabupaten/Kota Biro Hukum Pemerintah Aceh. 

Pelantikan yang didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur PEG 821.22/001/2013 itu dipimpin langsung oleh Gubernur Zaini Abdullah di Aula Anjong Mon Mata Banda Aceh. Selain almarhum, juga dilantik 442 orang lainnya untuk berbagai posisi.

SUMBER: VIVANEWSdotCOM

25 Mei, Pegawai Negeri Harus Mundur Bagi yang Daftar Caleg



SESUAI dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 Maret 2013 lalu telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Pegawai Negeri Yang Akan Menjadi Bakal Calon Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu.
Pasal 2 PP tersebut secara tegas menyebutkan, Kepala Daerah (dalam hal ini Gubernur, Bupati/Walikota) dan Wakil Kepala Daerah (dalam hal ini Wakil Gubernur, Wakil Bupati/Walikota) yang mengajukan diri menjadi bakal calon anggota DPRD, DPD, DPRD provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota harus mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Selain itu, Pegawai Negeri (anggota TNI, Polri, dan PNS) yang akan menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota harus mengundurkan diri sebagai pegawai negeri.
“Pengunduran diri sebagaimana dimaksud disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang paling lambat 1 (satu) bulan sebelum batas akhir pengajuan bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten Kota,” tegas Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2013 itu.
Sesuai jadwal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana dikutip dari www.kpu.go.id, pendaftaran calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota adalah 9 – 15 April 2013, penyusunan penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) 12-25 Juli 2013, dan pengumuman DCS pada 26-30 Juni 2013. Adapun penyusunan penetapan untuk calon anggota DPD dilakukan pada 28 – 30 Juni 2013, dan pengumuman DCS DPD pada 1 – 3 Juli 2013.
Dengan demikian, satu bulan sebelum sampai diumumkan nama-namanya dalam DCS (25 Mei untuk DPR dan DPRD, serta 28 Mei untuk DPD),para Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta anggota TNI, Polri dan PNS yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota harus mengundurkan diri.
Disebutkan dalam Pasal 5 PP tersebut, pengunduran diri terhadap Gubernur, Bupati/Walikota, Wakil Gubernur, dan Wakil Bupati/Walikota, serta anggota TNI, Polri dan PNS tidak dapat ditarik kembali setelah pengajuan pengunduran diri diterima dan ditindaklanjuti.(acehterkini/SesKab)

OPM Makin Agresif, Ada Beking Pihak Papua Merdeka?



Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (Banjir Ambarita/Papua)


PENA News | Kepolisian menetapkan enam tersangka dalam penyerangan Markas Polsek Pirime dan baku tembak dengan rombongan Kapolda Papua Irjen Tito Carnavian usai meninjau Mapolsek Pirime.

Mereka berinisial, KW (40), LK (22), TW (24), GK (35), DT (45), dan TT (17). Keenamnya ditangkap Kamis 29 November 2012, di Kampung Muaragame, Distrik Pyramid, Kabupaten Jayawijaya. 

"Semua akan kami proses sesuai hukum. Masih penyelidikan," begitu kata Kapolri Jenderal Timur Pradopo menyoal pengungkapan kasus tersebut, Senin 3 Desember 2012.

Keenam tersangka itu ditangkap pada Kamis 29 November 2012, di salah satu posko di Muaragame Distrik Pyramid. 

Saat penggeledahan ditemukan 2 bendera Bintang Kejora, 959 kartu keanggotaan TPM/OPM, 1 bendera Amerika, Inggris, Papua Nugini dan bendera Komite Nasional Papua Barat. Serta 5 buku harian markas besar TPN/OPM, 1 buah laptop dan 1 buah parang. 

Juru bicara Polda Papua AKBP I Gede Sumerta Jaya menjelaskan, keenam tersangka dijerat Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 dan pasal 106 KUHP. 

"Untuk keterlibatannya, mereka masih satu kelompok atau satu jaringan yang memberikan dukungan terhadap penyerangan Polsek," ujar Sumerta kepada VIVAnews.

Sempat ditahan. Tapi tak lama lima tersangka yakni, KW, LK, TW, GK dan TT diberi penangguhan penahanan dan hanya dikenakan wajib lapor, karena dinilai kooperatif. "Sedangkan DT, karena disamping tidak kooperatif juga merupakan DPO kasus makar tahun 2010. Maka dilakukan penahanan," katanya.

Selain enam orang itu, polisi juga telah menangkap YW (40). Namun, statusnya belum tersangka. YW ditangkap Selasa 27 November 2012, tak lama setelah aksi penyerangan Polsek Pirime. 

Saat ini YW masih dirawat di RSUD Wamena, karena ketika akan diamankan dia melawan petugas dengan parang. Sehingga polisi terpaksa menembak kaki kirinya.

Polda Papua mengidentifikasi bahwa kelompok penyerang Polsek Pirime adalah pecahan dari kelompok Goliat Tabuni, pimpinan OPM wilayah Pegunungan Papua.

"Ada cekcok dalam kelompok OPM di pegunungan. Kelompok yang  menyerang Polsek Pirime melakukan kegiatan tanpa komando Goliat Tabuni. Mereka ingin menunjukan mereka mampu," kata Sumerta.

Goliat Tabuni keberatan. Dia menolak bertanggungjawab atas peristiwa penyerangan di Polsek Pirime, yang berada di wilayah Lany Jaya. Sebab wilayah mereka berada di Puncak Jaya.

"Ada kelompok lain yang beroperasi di sana," kata Goliat Tabuni saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Rabu 28 November 2012. Goliat Tabuni juga membantah penyerang adalah bekas kelompoknya. "Mereka bukan bekas anggota kami, dan bukan di bawah komando kami," katanya.

Tapi Goliat Tabuni menyatakan, bahwa pelaku penyerangan adalah anggota Matias Wenda, yang merupakan Panglima OPM yang bermarkas di Viktoria atau perbatasan RI-PNG dan beroperasi di Lany Jaya.

Menurutnya, kelompok yang selama ini bergerilya di Lany Jaya adalah kelompok Enggen Wanimbo, Torang Wenda, Rambo Wenda, Yona Wenda, Bakar Wenda, Opinus Wenda, Eli Wakur. "Mereka itu sudah lama ada di Lany Jaya," katanya.

OPM didukung asing
Baku tembak antara aparat gabungan TNI-Polri dengan kelompok sipil, yang diduga Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali terjadi, Senin 3 Desember 2012 sekitar pukul 08.45 WIT. Aksi saling tembak itu terjadi di Jalan Bokon Distrik Tiom Lany Jaya. 

Juru bicara Polda Papua AKBP I Gede Sumerta Jaya menjelaskan, aksi baku tembak terjadi saat kelompok OPM itu berupaya masuk ke Tiom. 

Aparat yang melakukan penjagaan ketat -pasca penyerangan Polsek Pirime- kemudian menghalau. Kontak senjata pun tak terhindarkan.

Baku tembak berlangsung selama beberapa menit. Seorang warga bernama Ferdi Turuallo (25), yang berada di lokasi tewas tertembak di bagian kepala. Kontak senjata terhenti setelah kelompok OPM mundur dan masuk kembali ke hutan. Tidak diketahui, apakah ada anggota OPM yang tertembak.

Setelah baku tembak itu, untuk meningkatkan pertahanan, Polda Papua menambah pasukan. Satu SST (Satuan Setingkat Peleton) pasukan Brimob diterjunkan ke Tiom Lany Jaya.

Pasukan itu untuk mendukung pasukan yang sebelumnya sudah dikirim ke Lany Jaya pasca penyerangan Polsek Pirime, pada 27 November 2012. "Di sana memang sudah ada 2 SST Brimob dan 1 SST TNI dari Yonif 756, satu SST yang kirim lagi untuk mem-back up mereka," ujar Sumerta.

Dari hasil penyelidikan, kelompok bersenjata yang beraksi di Lany Jaya diperkirakan 100 orang dan memiliki senjata sekitar 20 pucuk. "Dan terus bergerak berpindah-pindah dengan membawa senjata hasil rampasan," ucapnya.

Untuk saat ini pihaknya belum menemukan adanya perdagangan senjata gelap untuk menyokong persenjataan kelompok yang beroperasi di Lany Jaya. "Beda dengan di Paniai, memang sudah ada," ucapnya.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto menduga ada kepentingan pihak asing di wilayah Papua. Hal ini terlihat bersamaan dengan perayaan hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada Sabtu 1 Desember 2012. 

Wanipenko Shapirenko alias Artem, warga Ukraina ditangkap petugas Polres Manokwari, Papua Barat, karena diduga mendukung perayaan HUT OPM. Arten ditangkap ketika keluar Kantor Barat, usai mengikuti ibadah syukur yang dilakukan warga pendukung OPM. 

"Organisasi-organisasi yang selalu bersuara di luar negeri. Pasti ada. Di luar-luar itu kan juga suara-suara seperti itu selalu digaungkan. Di Inggris kemarin juga ada, di Amerika masih ada," kata Djoko di Istana Negara, Jakarta, Senin, 3 Desember 2012.

Meski begitu, menurut Djoko, ancaman dari luar itu sebaiknya tidak direspon berlebihan. Tapi justru diperlihatkan dengan membangun Papua menjadi lebih maju.

"Kita membangun Papua, kita percepat, kita perluas. Policy lima kebijakan dasar presiden untuk Papua yang menjawab itu," ujarnya.

Djoko mengakui secara geografis, wilayah Papua yang banyak hutan tentu membawa keuntungan bagi gerakan-gerakan separatis. Mereka bisa lebih leluasa bergerak dan bersembunyi, menunggu aparat lengah.

SUMBER: VIBAdotCOdotID

Menghebohkan, Pelaku Mesum Jadi Kabid Badan Dayah


illustrasi
PENA News | Kalangan masyarakat dan PNS di Banda Aceh serta jajaran Pemprov Aceh dihebohkan dengan masuknya seorang terduga pelaku mesum ke dalam kabinet Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf, yang dilantik pada 4 Februari di Anjong Monmata Banda Aceh.

Ironisnya lagi, pelaku mesum berinisial MU alias BU yang diciduk petugas WH dua bulan lalu di sebuah salon Banda Aceh, justru mendapat jabatan sangat strategis sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SDM pada Badan Pendidikan Pembinaan Dayah (BPPD) Provinsi Aceh.

Hasil penelusuran Analisa, Kamis (7/2) dilantiknya MU pada instansi yang mengurusi dayah di Aceh ini menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkungan Pemko Banda Aceh dan Pemprov Aceh.

Kalangan masyarakat menilai ditempatkannya MU merupakan kesalahan fatal dan menunjukkan Baperjakat tidak bekerja secara maksimal. Pasalnya, MU bisa masuk dalam kabinet Zikir padahal merupakan orang yang cacat hukum. "Banyak keanehan dan keganjilan yang terjadi dari orang-orang yang dilantik jadi pejabat eselon III dan IV," ujar seorang PNS di lingkungan Pemprov Aceh.

Menyangkut ketidaksamaan nama antara yang dilantik dengan nama sehari-hari dikenal mayarakat luas di Aceh, Analisa sempat melakukan penelusuran. Dari hasil tersebut dipastikan MU dan BU adalah orang yang sama.

Di mana berdasarkan data base di Dinas Dishubkomintel, tempat MU bekerja sebelumnya, menunjukkan bahwa Nomor Induk Kepengawaian (NIP) sama. Sebelumnya MU hanya sebagai staf biasa di Dinas Hubkomintel Aceh dan saat kejadian penangkapan oleh WH, ia juga masih sebagai staf di dinas tersebut.

Hanya saja, Pemko Banda Aceh tidak memberlakukan hukum cambuk bagi pelanggaran syariat Islam, padahal jelas-jelas ia tertangkap dalam keadaan bugil bersama seorang teman wanita di sebuah salon kawasan Peunayong.

Seorang PNS di lingkungan BPPD Aceh mengakui kalau MU telah diangkat menjadi Kabid dalam kabinet Zikir. Semula, para PNS di instansi tersebut tak mengetahuinya, namun setelah melihat orangnya barulah heboh. "Aneh juga ya, mengapa ia bisa jadi Kabid di Badan Dayah," ujar seorang PNS yang minta namanya dirahasiakan.

Belum Beri Keterangan
Kepala BPPD Aceh, Rusmiady saat dikonfirmasi wartawan kemarin, belum bersedia memberikan keterangan. Pasalnya, saat dihubungi Rusmiady masih berada di rumah sakit karena ada keluargnya yang dirawat.

Kasus dilantiknya MU ini tentu semakin menghebohkan masyarakat Banda Aceh, karena kemarin sebuah harian lokal melansir berita menghebohkan, di mana ada seseorang yang telah meninggal juga masuk dalam jajaran kabinet yang akan dilantik.

Dalam pelantikan kabinet Zikir, menurut sumber, MU tidak hadir dalam pelantikan. Hal itu diperkirakan disengaja supaya acara pelantikan pejabat eselon III dan IV secara massal tidak menuai kehebohan warga.

Kalangan masyarakat dan PNS di Aceh meminta gubernur untuk bisa meninjau ulang keberadaan MU tersebut dalam kabinet Zikir. Sebab, orang yang memiliki cacat moral tidak layak ditempatkan menjadi pimpinan, apalagi di sebuah instansi yang mengurusi pendidikan Islam pada dayah (pasantren) di Aceh. "Ini aib kita semua sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam secara kaffah," ujar masyarakat.

SUMBER: ANALISADAILYdotCOM

Mantan Kombatan Belum Lepas “Dot” or “Kompeng” KPA


PENA News | Kelembagaan KPA (Komite Peralihan Aceh) itu dibuat agar mantan Kombatan bisa kembali menjadi rakyat biasa dan bisa berbaur kembali dengan masyarakat. Dalam wadah itu para mantan kombatan akan dibantu dalam hal perbaikan ekonomi atau pendidikan, dan adanya perubahan pola pikir dari militer ke sipil. Hal ini disebabkan banyak diantara mantan kombatan masih umur belasan tahun sudah jadi TNA, makanya perlu pembinaan.


Setelah semua fase ini selesai, maka tak ada alasan bagi mantan kombatan TNA masih bergantung dibawah KPA. Malu lah, masak mau “direhab” terus. Lama-lama kayak anak bayi yang ngak bisa ngelepas dot or kompeng. Karena udah biasa dan jadi enak tanpa memikirkan masa depan yang lebih bebas dari “kompeng”. 

Kita sangat berharap agar mantan kombatan lebih berpikir rasional dalam menentukan nasib sendiri dan melangkah dengan prinsip dalam kehidupan sehari-hari. Berhentilah mengisap “kompeng”. Masamu masih jauh, jalan dan langkahmu masih terbentang lebar, banyak yang bisa kau buat untuk Aceh. Apalagi raga masih muda. Kini bukan masanya lagi komando-komandoan. 

Melupakan masa lalu memanglah tidak semudah membalikkan tangan. Tapi kalau kita terus terpaku dan dibelenggu oleh masa lalu, maka akan mudah kita dimanfaatkan oleh orang lain untuk dijadikan “sapi perah” atau istilah kasarnya menjadi “herder” penjaga. Zaman sekarang bukan lagi zaman tunduk pada “telunjuk” atau menerima arahan komando.

Kita sudah damai, kita sudah dibubarkan. Jadi, kita adalah rakyat Aceh yang harus menjaga perdaimaian dengan tulus dan ikhlas. Disini kita tidaklah mau mengajari atau mempengaruhi, tapi kita mau mengajak agar berpikirlah positif dan visioner. Dan, cobalah lepaskan diri dari belenggu yang mengikat diri, yaitu masa-masa “pahit”diwaktu silam. 

Kini Aceh perlu anak muda yang cerdas. Aceh tidak butuh kekuatan ala militer, tapi Aceh butuh kekuatan fisik dan kekuatan ilmu. Kekuatan yang mendesak diperlukan Aceh saat ini adalah kekuatan ilmu pengetahuan untuk membangun Aceh ke arah yang lebih gemilang dan terpandang. Semoga ajakan ini bisa bermanfaat untuk kita anak Aceh.

Terkait Proyek 30% Dikelola KPA, kata Mantan Kombatan: Kami Hanya Mengharapkan Implementasi MoU Helsinki




PENA News | Konflik Aceh yang terjadi hampir 30 tahun dan telah menelan korban sedikitnya 125.000 jiwa tidak cukup hanya dengan memberikan 30% dari proyek APBA yang turun ke Kabupaten/Kota dalam Provinsi Aceh kepada masing masing KPA yang ada.

Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPA Wilayah Peureulak Tgk. Ridwan menanggapi pernyataan Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) beberapa waktu lalu tentang Hak Pengelolaan Proyek APBA yang berjumlah 824 paket. Dimana masing masing Kabupaten yang menerima proyek tersebut, 30% dikelola oleh KPA.

Menurut Jubir ini, sejak masa perjuang dalam konflik Aceh hingga sekarang ini kami tidak pernah mengharapkan pamrih dengan mendapatkan upeti dari siapa saja. Kami hanya mengharapkan Pemerintah Aceh dapat mengimplementasikan hasil MoU Helsinki, bukan mengharapkan Paket Proyek. Kami selaku Kombantan Aceh Merdeka sangat kecewa jika dinilai perjuangan yang telah dilakukan hanya semata mata untuk mengejar paket proyek.

Yang perlu sama-sama kita lakukan adalah mengimplementasikan butir-butir MoU yang termaktub didalamnya. Antara lain ada 6 butir hak mutlak Negara harus dijalankan oleh oleh Pemerintah Aceh adalah 1.Hak Bendera, 2.Qanun Wali Nanggroe sesuai Syari’at Islam, 3.Pembagian Hasil 70% Pemerintah Aceh 30% Pemerintah Pusat sesuai mekanisme Aceh yang berikan haknya ke Pusat. 4.Wilayah Aceh/perbatasan Aceh dengan Sumut dan lain lainnya. Dan 2 butir hak Pemerintah Aceh adalah Pemerintah Aceh harus mensejahterakan rakyat, 2.Bunga Bank rendah dengan memberikan  pinjaman lunak untuk rakyat, jelas Tgk Ridwan bersemangat.

Dijelaskannya lagi, Perdamaian GAM dan RI  pada tanggal 15 Agustus 2005 bukan dasar lahirnya UU No. 11 tahun 2006. tapi dari dasar Kebijakan kedua Lembaga yakni RI dan GAM, karena menurutnya Kebijakan Negara dapat melemahkan Hukum. Sedangkan Hukum tidak bisa melemahkan Kebijakan Negara, ini yang perlu diselesaikan bukan masalah Paket Proyek, sebut Jubir Ridwan lantang.

Mari sama-sama kita jaga sikap dijajaran KPA, Negara tidak pernah berkhianat, apa yang telah dijanjikan pasti ditepati oleh Negara, ingat Pemimpin Aceh Wali Nanggroe Tgk.Hasan Tiro, perjuangannya sangat suci tidak diwarnai dengan paket proyek beliau berjuan hanya untuk Aceh dan rakyat Aceh, ini yang harus dihormati. (r.sai/r.muna)

GAM-AS: Lebih Baik "Merdeka" Daripada Dijajah


Written By Pena Aceh on Jumat, 30 November 2012 | 23.26

PENA News | Massa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Masyarakat Aceh Selatan (GAM AS), Kamis (29/11), menggelar unjuk rasa di gedung DPRK setempat. Mereka mendesak pemerintah pusat agar mengesahkan provinsi baru, yakni Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) pada tahun 2013.

Aksi itu berlangsung sekira pukul 10.00, berakhir pukul 11.30 WIB. Sebelum beranjak ke Gedung DPRK Aceh Selatan, massa berkumpul di halaman Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) atau kantor bupati lama.

Saat melangkah, mereka mengusung sejumlah spanduk. Di antaranya bertuliskan, “Masyarakat Aceh Selatan Menolak Qanun Wali Nanggroe”, “Qanun Bendera dan Lambang Aceh Hanya untuk Kepentingan Kelompok Tertentu”, dan “Segera Wujudkan Provinsi ABAS Demi NKRI”. Spanduk lainnya berisi kritik terhadap Pemerintah Aceh.

Teuku Sukandi, koordinator aksi, dalam orasinya berseru, Lebih baik "merdeka" (berpisah-red) daripada dijajah! Lewat pernyataan itu ia ajak semua elemen di Aceh Selatan untuk bahu membahu bersama tokoh masyarakat di pantai barat-selatan Aceh memperjuangkan pemekaran Provinsi ABAS, sebagaimana yang sedang diperjuangkan oleh kabupaten lain di wilayah barat selatan Aceh.

Sukandi menyampaikan tiga hal yang menjadi tuntutan mereka yang berunjuk rasa kemarin. Pertama, menolak Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang berbau separatis, karena rakyat Aceh Selatan khawatir suasana yang sudah tenteram ini akan bergejolak dan timbul konflik politik dan konflik lainnya. 

Kedua, meminta pemerintah pusat segera mengesahkan Provinsi ABAS pada tahun 2013. “Ketiga, kami seprinsip menolak Qanun Wali Nanggroe, karena keberadaan lembaga ini hanya akan memboroskan keuangan daerah saja. Terlebih lagi Qanun WN itu dirumuskan atas kehendak suatu golongan saja, bukan kehendak masyarakat Aceh keseluruhannya,” ujar Sukandi. 

Teuku Sukandi yang juga mantan anggota DPRK Aceh Selatan ini juga mengatakan, legislatif dan eksekutif Aceh benar benar berpihak kepada rakyat tentunya mereka tidak memprioritaskan qanun qanun yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi mayoritas masyarakat Aceh. Sebab, masih ada janji di masa kampanye yang lebih prioritas untuk diselesaikan ketimbang qanun qanun tersebut.

Dulu, kata Sukandi, pasangan Dokter Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf saat kampanye di sejumlah daerah di Aceh berjanji akan memberi 1 juta rupiah kepada keluarga miskin per bulan. Tapi kenapa janji tersebut sampai saat ini tidak direalisasikan? Kenapa justru qanun yang mementingkan pribadi dan golongan yang lebih diutamakan? “Apakah itu namanya pemerintah yang prokepentingan rakyat? Berangkat dari pemikiran rasional inilah kita ingin memisahkan diri dari Provinsi Aceh. Kita akan hijrah dari Serambi Makkah ke Serambi Madinah. Oleh karenanya, mari bersama sama kita satukan tekad dan semangat untuk mewujudkan cita cita tersebut,” seru Teuku Sukandi bersemangat. 

Orator lainnya, Bestari Raden alias Tgk Rimung Lam Kaluet menambahkan, “Sudah berapa banyak tokoh intelektual yang lahir di wilayah pantai barat selatan Aceh, baik yang di luar negeri maupun yang di dalam negeri. Tapi sampai saat ini wilayah kita masih terlihat dikerdilkan dan dimarginalkan oleh Pemerintah Aceh. Oleh karenannya, mari bersama sama kita bangun kembali Aceh barat selatan ini demi anak cucu kita ke depan supaya tidak terus terusan dikerdilkan dan dimarginalkan,” ajak  dalam orasinya.

Bestari juga meminta DPRK setempat untuk tidak hanya mementingkan nasib sendiri dalam menyikapi prsoalan yang kini sudah jadi polemik di tengah masyarakat Aceh. Dewan dia minta melakukan gebrakan demi terciptanya masyarakat Aceh yang adil dan makmur secara keseluruhan, bukan hanya sebatas memperjuangkan qanun yang sama sekali tak menyentuh kepentingan masyarakat banyak.

“Wali itu lahir dari ulama yang benar benar bisa menyatukan dan menjadi panutan bagi sekalian umat di negeri syariah ini, itu pun dalam keadaan perang. Tapi dalam kondisi damai seperti ini malah Qanun Wali Nanggroe itu yang menjadi prioritas bagi eksekutif dan legislatif untuk dibahas ketimbang qanun yang benar benar menyentuh kepentingan rakyat banyak. Di mana janji Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh saat berkampanye dulu?” gugat Bestari Raden. 

Usai keduanya berorasi, Teuku Sukandi menyerahkan pernyataan sikap tertulis GAM AS itu kepada Wakil Ketua DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat, Marsidiq. Saat itu Marsidiq didampingi anggota DPRK lainnya, yakni Zulfar Arifin SAg (PKPI), Hendriyono (PKPI), dan Teuku Mudasir (Partai Golkar). (tz) 

Akan Diprioritaskan
Sejauh yang kita amati, masalah ini (Qanun Wali Nanggroe serta Raqan Bendera dan Lambang Aceh -red) bukan cuma diprotes di Aceh Selatan, tapi juga di beberapa kabupaten dan kota di Aceh. Oleh karenanya, perlu kita tindak lanjuti agar dibahas bersama Komisi A DPRK Aceh Selatan.

Apakah akan kami keluarkan rekomendasi nantinya, itu sangat tergantung pada hasil pembahasan bersama di komisi. Yang pasti, persoalan ini akan kami prioritaskan pembahasannya. 
* Marsidiq, Anggota DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat. (tz) 

Jangan Dijadikan Warga Kelas Dua
Di mata TAF Haikal, isu pemekaran yang saat ini kembali disuarakan oleh masyarakat barat-selatan Aceh dengan tuntutan agar segera lahir Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS), bukanlah hal baru. “Sudah sejak pemerintahan sebelumnya tuntutan seperti ini bergema,” kata Juru Bicara Kausus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh itu menjawab Serambi di Banda Aceh, Kamis (29/11) kemarin.

Lalu, kenapa tuntutan itu kini kembali bergema? “Itu karena apa yang dirasakan masyarakat barat selatan masih belum jauh berbeda dengan apa yang dialami pada masa pemerintahan sebelumnya,” jawab Haikal. Ia menyatakan, bukan Qanun Wali Nanggroe yang memicu maraknya tuntutan pemekaran ini, tetapi lebih karena rasa keadilan, ketimpangan dalam pembangunan, tersendatnya arus aspirasi, dan yang lebih fatal lagi adalah masyarakat barat-selatan merasa dijadikan sebagai warga kelas dua di provinsi ini. “Sedianya, jangan sampai begitu.”

Sebetulnya, menurut Haikal, tuntutan ini tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh pemerintah sekarang, tetapi harus dijawab lewat kerja keras dan karya yang nyata. Artinya, berikan rasa keadilan, pemerataan pembangunan, jangan tutup arus aspirasi mereka, dan tempatkan mereka setara dengan warga lain di bagian Aceh lainnya. 

“Kalau ini mampu diwujudkan oleh pemerintahan sekarang di bawah kepemimpinan Dokter Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, saya yakin tuntutan pemekaran akan berangsur memudar. Soalnya, apa yang mereka harapkan sudah tercapai,” demikian Haikal.

SUMBER: ACEHdotTRIBUNNEWSdotCOM

Rakyat Minta Gubernur Tidak Lupakan Janji

Postingan Koran Waspada


Mantan Kombatan GAM Ancam Demo Kantor Pemerintah Aceh

Postingan Koran Waspada


BEM Se-Aceh Gelar Aksi Tutup Mulut


Tuntut DPRA Trasparan Terhadap APBA

MAHASISWA dari perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se Aceh melakukan aksi tutup mulut di bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Kamis (7/2). Mereka mempertanyakan transparansi DPRA dalam pengalokasian APBA 2013 yang dianggap tidak pro rakyat.

PENA News | Sebanyak 10 orang perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Aceh, Kamis (7/2) sore kemarin, menggelar aksi tutup mulut dengan lakban di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. Aksi ini dalam rangka mendesak pihak DPRA agar transparan terhadap APBA 2013 dan menjelaskan pengalokasian APBA 2013 yang tak prorakyat, seperti alokasi untuk Wali Nanggroe yang lembaganya masih dipersoalkan. 

Tak ada orasi dalam aksi itu. Mereka hanya berdiri berbaris di Bundaran Simpang Lima dengan mulut dilakban. Namun, tuntutan mereka dapat terbaca dari spanduk bertuliskan “Stop APBA tak Prorakyat” dan pernyatan sikap yang dibagikan kepada para wartawan. Aksi berlangsung sekitar setengah jam tanpa pengawalan polisi.

Usai aksi itu, Ketua BEM Se-Aceh, Firdaus yang ditanyai wartawan mengatakan, mereka menilai pihak DPRA tak transparan dalam menyusun anggaran. Pasalnya, pihak DPRA menolak memberikan draf RAPBA 2013 saat mereka datang ke gedung dewan dua hari lalu. Hal yang sama juga terjadi saat mereka kembali datang ke gedung DPRA, Kamis kemarin.  

“Berdasarkan perkembangan pemberitaan melalui media massa, banyak hal yang perlu kami kritisi dari APBA 2013. Misalnya alokasi dana untuk Wali Nanggroe, padahal lembaga itu belum tentu bersedia diizinkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan pemberian beasiswa yang jelas-jelas program prorakyat justru distop sementara, ada apa ini? Jika memang pengelolaannya yang salah, maka lembaga pengelola LPSDM Aceh saja yang harus dievaluasi,” kata Firdaus.     

Seperti diberitakan beberapa hari lalu, Koordinator BEM Se-Aceh lewat siaran pers, menilai RAPBA 2013 yang diusulkan Gubernur Aceh Rp 11,785 triliun dan pendapatan Rp 11,116 triliun belum prorakyat atau tak sesuai 21 janji Gubernur Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf saat masa kampanye dulu.

SUMBER: ACEHdotTRIBUNNEWSdotCOM

ABDULLAH, MANTAN ANGGOTA GAM PASE KECEWA TERHADAP WAGUB MUALEM



BANDA ACEH – Bagaikan kacang lupa kulitnya ataupun seperti mendapatkan mata air tapi lupa akan airnya itulah peribahasa yang terjadi oleh pemimpin Aceh Saat ini
Hal ini dirasakan langsung Abdullah atau biasa di panggil Tgk Bayu (38) bersama temanya Syarifuddin (39) anggota KPA asal PASEE Aceh Utara yang pada saat itu, Selasa malam (08/01/2013) datang ke Meuligoe kediaman Wakil Gubernur Muzzakir Manaf yang juga panglima GAM saat Konflik Aceh terjadi
Syarifuddin bersama temannya Abdullah bermaksud menjumpai pemimpin mereka dan hendak mengutarakan hal yang terjadi pada diri Abdullah yang kebetulan menderita sakit dalam, mereka menginginkan agar Wagub peduli terhadap mantan anak buahnya semenjak konflik dulu.
Tapi kenyataan itu sangat di luar dugaan mereka, sambutan yang di berikan Muzzakir Manaf terhadap mereka sama sekali menyakiti hati Abdullah dan Syarifudin. Mengapa ini bisa terjadi?
Abdullah bersama temanya Syarifuddin, Kamis (10/01/2013) kepada wartawan Media ini bercerita banyak tentang kejadian yang mereka alami, mereka datang karena undangan seorang temannya yang juga berasal dari KPA, saat itu Mualem menyuruh mereka datang ke Kantor Gubernur, sesampai diruang lobi Wagub Rabu (09/01/2013), disana Mualem justru melecehkan mereka berdua
“kami kecewa dengan pemimpin kami yang lupa akan perjuangan dulu, lupa segalanya setelah Mualem menjabat sebagai Wakil Gubernur,” ujar dia dengan nada kesal.
Lanjut Abdullah, Kami dipermalukan di depan orang ramai, beginikah tabiat seorang pemimpin kepada rakyatnya, maksud kami menjumpai mualem hanya meminta di perhatikan nasib kami, tapi mualem dengan tegas mengatakan, “kalau kamu sakit kerumah sakit jangan kemari dan saya tidak ada uang” seperi yang di utarakan Abdullah kepada wartawan.
Abdullah hanya berharap, kejadian ini cukup hanya dia saja yang merasakannya, “biarlah rasa malu itu hanya saya yang rasakan, jangan sampai anggota KPA yang lain di permalukannya lagi oleh mualem”,  ucap abdullah
Ia hanya mengharapkan, agar seorang pemimpin harus melihat ke bawah jangan melihat ke atas, karena dari bawah lah ia bisa di atas, harap Abdullah.