Written By Pena Aceh on Jumat, 30
November 2012 | 23.26
PENA News | Massa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Masyarakat Aceh Selatan (GAM
AS), Kamis (29/11), menggelar unjuk rasa di gedung DPRK setempat. Mereka
mendesak pemerintah pusat agar mengesahkan provinsi baru, yakni Provinsi Aceh
Barat Selatan (ABAS) pada tahun 2013.
Aksi itu berlangsung sekira pukul 10.00,
berakhir pukul 11.30 WIB. Sebelum beranjak ke Gedung DPRK Aceh Selatan, massa
berkumpul di halaman Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) atau kantor
bupati lama.
Saat melangkah, mereka mengusung
sejumlah spanduk. Di antaranya bertuliskan, “Masyarakat Aceh Selatan Menolak
Qanun Wali Nanggroe”, “Qanun Bendera dan Lambang Aceh Hanya untuk Kepentingan
Kelompok Tertentu”, dan “Segera Wujudkan Provinsi ABAS Demi NKRI”. Spanduk
lainnya berisi kritik terhadap Pemerintah Aceh.
Teuku Sukandi, koordinator aksi, dalam
orasinya berseru, Lebih baik "merdeka" (berpisah-red) daripada
dijajah! Lewat pernyataan itu ia ajak semua elemen di Aceh Selatan untuk bahu
membahu bersama tokoh masyarakat di pantai barat-selatan Aceh memperjuangkan
pemekaran Provinsi ABAS, sebagaimana yang sedang diperjuangkan oleh kabupaten
lain di wilayah barat selatan Aceh.
Sukandi menyampaikan tiga hal yang
menjadi tuntutan mereka yang berunjuk rasa kemarin. Pertama, menolak Rancangan
Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang berbau separatis, karena rakyat Aceh
Selatan khawatir suasana yang sudah tenteram ini akan bergejolak dan timbul konflik
politik dan konflik lainnya.
Kedua, meminta pemerintah pusat segera
mengesahkan Provinsi ABAS pada tahun 2013. “Ketiga, kami seprinsip menolak
Qanun Wali Nanggroe, karena keberadaan lembaga ini hanya akan memboroskan
keuangan daerah saja. Terlebih lagi Qanun WN itu dirumuskan atas kehendak suatu
golongan saja, bukan kehendak masyarakat Aceh keseluruhannya,” ujar
Sukandi.
Teuku Sukandi yang juga mantan anggota
DPRK Aceh Selatan ini juga mengatakan, legislatif dan eksekutif Aceh benar
benar berpihak kepada rakyat tentunya mereka tidak memprioritaskan qanun qanun
yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi mayoritas masyarakat Aceh. Sebab,
masih ada janji di masa kampanye yang lebih prioritas untuk diselesaikan
ketimbang qanun qanun tersebut.
Dulu, kata Sukandi, pasangan Dokter
Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf saat kampanye di sejumlah daerah di Aceh
berjanji akan memberi 1 juta rupiah kepada keluarga miskin per bulan. Tapi
kenapa janji tersebut sampai saat ini tidak direalisasikan? Kenapa justru qanun
yang mementingkan pribadi dan golongan yang lebih diutamakan? “Apakah itu
namanya pemerintah yang prokepentingan rakyat? Berangkat dari pemikiran
rasional inilah kita ingin memisahkan diri dari Provinsi Aceh. Kita akan hijrah
dari Serambi Makkah ke Serambi Madinah. Oleh karenanya, mari bersama sama kita
satukan tekad dan semangat untuk mewujudkan cita cita tersebut,” seru Teuku
Sukandi bersemangat.
Orator lainnya, Bestari Raden alias Tgk
Rimung Lam Kaluet menambahkan, “Sudah berapa banyak tokoh intelektual yang
lahir di wilayah pantai barat selatan Aceh, baik yang di luar negeri maupun
yang di dalam negeri. Tapi sampai saat ini wilayah kita masih terlihat
dikerdilkan dan dimarginalkan oleh Pemerintah Aceh. Oleh karenannya, mari
bersama sama kita bangun kembali Aceh barat selatan ini demi anak cucu kita ke
depan supaya tidak terus terusan dikerdilkan dan dimarginalkan,” ajak
dalam orasinya.
Bestari juga meminta DPRK setempat untuk
tidak hanya mementingkan nasib sendiri dalam menyikapi prsoalan yang kini sudah
jadi polemik di tengah masyarakat Aceh. Dewan dia minta melakukan gebrakan demi
terciptanya masyarakat Aceh yang adil dan makmur secara keseluruhan, bukan
hanya sebatas memperjuangkan qanun yang sama sekali tak menyentuh kepentingan
masyarakat banyak.
“Wali itu lahir dari ulama yang benar
benar bisa menyatukan dan menjadi panutan bagi sekalian umat di negeri syariah
ini, itu pun dalam keadaan perang. Tapi dalam kondisi damai seperti ini malah
Qanun Wali Nanggroe itu yang menjadi prioritas bagi eksekutif dan legislatif
untuk dibahas ketimbang qanun yang benar benar menyentuh kepentingan rakyat
banyak. Di mana janji Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh saat berkampanye dulu?”
gugat Bestari Raden.
Usai keduanya berorasi, Teuku Sukandi
menyerahkan pernyataan sikap tertulis GAM AS itu kepada Wakil Ketua DPRK Aceh
Selatan dari Partai Demokrat, Marsidiq. Saat itu Marsidiq didampingi anggota
DPRK lainnya, yakni Zulfar Arifin SAg (PKPI), Hendriyono (PKPI), dan Teuku
Mudasir (Partai Golkar). (tz)
Akan Diprioritaskan
Sejauh yang kita amati, masalah ini
(Qanun Wali Nanggroe serta Raqan Bendera dan Lambang Aceh -red) bukan cuma
diprotes di Aceh Selatan, tapi juga di beberapa kabupaten dan kota di Aceh.
Oleh karenanya, perlu kita tindak lanjuti agar dibahas bersama Komisi A DPRK
Aceh Selatan.
Apakah akan kami keluarkan rekomendasi
nantinya, itu sangat tergantung pada hasil pembahasan bersama di komisi. Yang
pasti, persoalan ini akan kami prioritaskan pembahasannya.
* Marsidiq, Anggota DPRK Aceh Selatan
dari Partai Demokrat. (tz)
Jangan Dijadikan Warga Kelas Dua
Di mata TAF Haikal, isu pemekaran yang
saat ini kembali disuarakan oleh masyarakat barat-selatan Aceh dengan tuntutan
agar segera lahir Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS), bukanlah hal baru. “Sudah
sejak pemerintahan sebelumnya tuntutan seperti ini bergema,” kata Juru Bicara
Kausus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh itu menjawab Serambi di Banda Aceh,
Kamis (29/11) kemarin.
Lalu, kenapa tuntutan itu kini kembali
bergema? “Itu karena apa yang dirasakan masyarakat barat selatan masih belum
jauh berbeda dengan apa yang dialami pada masa pemerintahan sebelumnya,” jawab
Haikal. Ia menyatakan, bukan Qanun Wali Nanggroe yang memicu maraknya tuntutan
pemekaran ini, tetapi lebih karena rasa keadilan, ketimpangan dalam
pembangunan, tersendatnya arus aspirasi, dan yang lebih fatal lagi adalah
masyarakat barat-selatan merasa dijadikan sebagai warga kelas dua di provinsi
ini. “Sedianya, jangan sampai begitu.”
Sebetulnya, menurut Haikal, tuntutan ini
tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh pemerintah sekarang, tetapi harus
dijawab lewat kerja keras dan karya yang nyata. Artinya, berikan rasa keadilan,
pemerataan pembangunan, jangan tutup arus aspirasi mereka, dan tempatkan mereka
setara dengan warga lain di bagian Aceh lainnya.
“Kalau ini mampu diwujudkan oleh
pemerintahan sekarang di bawah kepemimpinan Dokter Zaini Abdullah-Muzakir
Manaf, saya yakin tuntutan pemekaran akan berangsur memudar. Soalnya, apa yang
mereka harapkan sudah tercapai,” demikian Haikal.
SUMBER: ACEHdotTRIBUNNEWSdotCOM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar