Jakarta
– Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus menggulirkan ide agar
wakil kepala daerah (kada) ditempati Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Alasannya, agar jabatan wakil kada bisa diisi dari kalangan profesional
sekaligus mencegah adanya konflik dengan kepala daerah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi
Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan
mengatakan, usulan pemerintah tentang jabatan wakil kada diambil dari
PNS itu sudah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Pemerintah Daerah
(RUU Pemda).
“Karena wakil kepala daerah ini
diusulkan dari kalangan profesional, kita akan ukur berdasarkan kriteria
pangkat dan jabatan. Pemerintah mengajukan usulan ini demi efektivitas
pemerintahan,” kata Djohermansyah dalam diskusi di gedung DPD RI, Rabu
(13/3).
Ditambahkannya, jika nanti wakil kepala
daerah diisi dari PNS maka pemilihan kepala daerah tidak dilakukan
secara berpasangan (paket). Djohermansyah menyebut usulan itu sebagai
konsep mono eksekutif.
Lebih lanjut Prof Djo -panggilan
Djohermansyah- menjelaskan, 94 persen pasangan kepala daerah-wakil
kepala daerah hasil Pilkada justru pecah kongsi. Efeknya pun pada
penyelenggaraan pemerintahan.
“Orang nomor satu (kepala daerah, red)
dan dua (wakil kada, red) tidak harmonis itu berpengaruh pada birokrasi.
Ada birokrasi loyalis kepala daerah, ada loyalis wakilnya. Akibatnya,
pelayanan tidak optimal,” tegasnya.
Sejalan dengan usulan itu, nantinya
daerah dengan jumlah penduduk di atas 10 juta jiwa bisa memiliki lebih
dari satu wakil kada. Sementara daerah dengan jumlah penduduk yang
sedikit justru tak akan memiliki wakil kada.
“Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat itu nanti bisa punya lebih dari satu wakil kada,” cetusnya.
Pemerhari psikologi politik, Hamdi Muluk
yang hadir dalam diskusi itu juga mengamini pernyataan Djohermansyah
tentang fenomena pecah kongsi antara kada dan wakilnya. Sebab, biasanya
sedari awal kada dan wakilnya memang dipaksa untuk berpasangan.
“Akurnya cuma kampanye. Setelah dilantik, nggak lagi,” katanya.
Karena itu Guru Besar Ilmu Psikologi di
Universitas Indonesia itu mengaku setuju dengan ide pasangan calon tidak
dipilih secara paket.
“Politisi tidak akan pernah mau menjadi
nomor dua, sehingga tidak ada pemikiran untuk kompak. Karena,
pemikirannya menjadi nomor dua itu watak politisinya kurang,” cetusnya.
Sedangkan anggota DPD RI Dani Anwar
mengatakan, perlu solusi agar kepala daerah dan wakilnya tak pecah
kongsi. Sebab, pasangan kada berasal dari partai yang berbeda sehingga
membawa kepentingan yang berbeda pula.
Karenanya anggota DPD yang pernah ikut
bersaing dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, DPD punya
pemikiran sejalan dengan pemerintah soal kepala daerah tidak dipilih
dalam satu paket.
“Usulan kami kada dulu yang dipilih.
Beberapa waktu kemudian, kada mengajukan dua orang ke DPRD untuk dipilih
sebagai wakil,” ucapnya.[jppn.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar