Kamis, 14 Maret 2013

Renovasi Rumah Dinas Kapolda Aceh Pakai APBD Langgar Hukum

 
Rabu, 13 Februari 2013 14:26 wib
BANDA ACEH - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi diminta membatalkan alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Aceh (APBA) 2013 untuk renovasi rumah Kapolda dan Wakil Kapolda Aceh senilai Rp4,3 miliar. Renovasi rumah dua petinggi Polda Aceh tidak boleh menggunakan anggaran daerah.

"Legislatif tidak perlu mengalokasikan anggaran untuk instansi vertikal, tindakan itu melanggar hukum," kata Hospinovrizal Sabri, aktivis Koalisi Gerakan Respons Hukum Cepat (GRHC) Aceh, di Banda Aceh, Rabu (13/2/2013).

Pihaknya menemukan adanya pengusulan alokasi anggaran dalam APBA untuk merenovasi rumah petinggi Polda Aceh masing-masing senilai Rp3 miliar dan Rp1,3 miliar. “Total dana yang digelontorkan lewat Dinas Bina Marga berjumlah sebesar Rp4,3 miliar,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh itu.

Bila ini tetap dianggarkan, mereka menilai, sedikitnya ada enam dasar hukum yang dilanggar legislatif, yakni Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 32 Tahun 2008. Selain itu, PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, serta Kepres Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian RI.

Menurutnya, berdasarkan aspek legal, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebagai pembahas anggaran bertanggung jawab atas usulan yang diajukan Dinas Cipta Karya, memungkinkan untuk digugat ke ranah hukum.

“Jika ini tetap dilanjutkan, maka LBH, Kontras, dan GeRAK Aceh, sebagai koalisi yang tergabung dalam GRHC akan melakukan gugatan ke pengadilan. Jelas sekali bahwa penggunaan dana APBA untuk instansi vertikal telah menyebabkan pengurangan kepada hak institusional publik, jadi penggunaan anggaran secara serta merta seperti ini adalah sesuatu yang tidak baik dan melanggar hukum,” sebut Hospi.

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, mengatakan, pengalokasian anggaran untuk instansi vertikal, khususnya untuk bantuan renovasi rumah Kapolda dan Wakapolda dalam APBA 2013 merupakan perilaku yang tidak lazim dalam penganggaran.
"Pengalokasian ini memiliki kepentingan barter untuk menutupi kasus korupsi di tubuh dinas tersebut, jadi Gubernur Aceh selaku pengguna anggaran harus membatalkan anggaran tersebut," tukasnya.

Berdasarkan hasil analisa dan kajian terhadap APBK 2011, untuk Kabupaten Pidie, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Tengah dan Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Barat, ditemukan pengalokasian anggaran untuk instansi vertikal yang meliputi pengalokasian dana langsung baik untuk TNI, polisi, dan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) dengan komposisi jumlah belanja yang masih besar.

Beberapa pos anggaran yang diberikan secara langsung kepada institusi tersebut meliputi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pengawasan lalu lintas, bantuan dana biaya perjalanan dinas, belanja BBM, belanja makan minum, dan honorarium tidak tetap baik kepada TNI, polisi, dan Kominda.

Sementara, Koordinator Kontras Aceh, Destika Gilang Lestari, menyebutkan, pemberian anggaran untuk instansi vertikal erat kepentingan politik, dan legislatif tidak memahami kepentingan masyarakat.

"Aceh baru keluar dari konflik, penggaran untuk instansi vertikal jelas melukai kepentingan mayoritas masyarakat korban yang harusnya menjadi perhatian prioritas," kata Gilang.

GRHC mensinyalir, akan ada komitmen politik yang diperankan oleh anggota legislatif dan eksekutif yang cenderung melegalkan untuk pemberian dana bagi instansi vertikal secara terus menerus, bahkan sudah menjadi tradisi untuk menyetor dana tersebut setiap tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar