Kamis, 14 Maret 2013

Putra Aceh Terima Penghargaan Konservasi Internasional

BANDA ACEH (Waspada):

Putra Aceh yang selama ini dikenal sebagai penggerak lingkungan, Rudi H Putra, mendapatkan penghargaan skala internasional dari negara Belanda di bidang konservasi alam.
Penghargaan bernama Future For Nature Award ini diberikan Future For Nature Foundation kepada orang-orang muda yang dinilai memiliki upaya, inovasi dan semangat dalam menyelamatkan satwa terancam punah dan kawasam konservasi.
Rudi dipilih oleh 10 orang dewan juri, terdiri dari pakar-pakar konservasi terkenal di dunia yang tersebar di beberapa negara. Beliau bersama Samia Saif (WN Bangladesh, upaya penyelamatan Harimau Bangladesh) dan Dr. Lucy E. King ( WN Inggris yang aktif dalam konservasi gajah Afrika di Kenya) mengalahkan 98 kandidat dari 45 negara.
"Saya warga negara Indonesia pertama yang menerima penghargaan Future For Nature Award sejak pertama kali diadakan," tutur Rudi melalui email yang dikirim dari Belanda, Sabtu (23/2).
Penyerahan penghargaan ini dilaksanakan Jumat (22/2) di Burger’s Zoo, Arnhem, Belanda, pusat konservasi satwa liar yang berhasil mengembangbiakkan satwa-satwa di dunia yang didirikan pada 1913.
"Penyerahan penghargaan dilakukan Jane Goodall, seorang pejuang konservasi terkenal di dunia yang menghabiskan waktunya lebih dari 33 tahun untuk menyelamatkan simpanse di Afrika serta Saba Douglas Hamilton, seorang artis/presenter yang mengabdikan dirinya dalam penyelamatan gajah di Afrika," tutur Rudi.
Sebelumnya, pada acara puncak pemberian award, ketiga pegiat lingkungan tersebut memberikan presentasi tentang kegiatan mereka di hadapan 500 orang undangan yang terdiri dari berbagai unsur di negeri Belanda dan undangan internasional lainnya.
Ketika itu, Rudi menyampaikan upaya penyelamatan satwa-satwa langka di Leuser, diantaranya gajah, harimau, badak dan orangutan, termasuk ke dalam kategori satwa yang terancam punah.
Rudi, lulusan FMIPA Unsyiah jurusan Biologi dan saat ini sedang menempuh Magister di bidang Konservasi Biodiversitas Tropika di Institut Pertanian Bogor, menghabiskan waktunya selama 13 tahun terakhir ini dalam upaya konservasi satwa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan kawasan konservasi yang sangat terkenal di dunia Internasional dan menjadi harapan terakhir dunia bagi upaya penyelamatan beberapa satwa langka.
Upaya yang dilakukannya, selain melakukan patroli rutin mencegah perburuan satwa liar, juga aktif memimpin upaya restorasi kawasan hutan yang telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit untuk dikembalikan kembali menjadi hutan. Hal ini dinilai sebagai kegiatan langka di dunia.
Sehari sebelumnya, Rudi bersama ketiga penerima award diundang memberikan ceramah di depan pengajar dan mahasiswa di Universitas Wegeningen, salah satu universitas yang terkemuka di Belanda yang banyak melakukan penelitian di Leuser.
Kontradiktif di Aceh
Penghargaan internasional yang diterima Rudi sangat kontradiktif dengan kondisi yang terjadi di Aceh, di mana Gubernur Aceh telah membubarkan Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) yang sebelumnya berupa badan khusus untuk mengelola kawasan konservasi yang sangat terkenal itu.
Hal ini menjadi keprihatinan banyak undangan yang menghadiri penyerahan award dan mengikuti perkembangan di KEL. Mereka menyampaikan secara langsung kepada Rudi pada saat jamuan makan. Mereka berharap agar keputusan pembubaran ini ditinjau ulang oleh Gubernur Aceh.
Beberapa pakar menyayangkan tentang kondisi di Leuser, di antaranya adalah Prof Dr Herman Rikjsen dan Dr Jan Win, dua ahli terkenal di Belanda. Leuser sangat terkenal di Belanda dan sudah ada sejak zaman penjajahan yang dibentuk atas inisiatif seorang geolog dan konservasionis Belanda . Dari masa itu hingga sekarang banyak warga Belanda melakukan penelitian di Leuser.(b04)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar